Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk Indonesia - Kelas Ekonomika

Post Top Ad

Saturday, October 13, 2018

Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk Indonesia

Judul tersebut diambil persis sama dengan judul presentasi atau paparan dari Kementerian  Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas dalam acara Annual International Monetary Fund and World Bank Meetings di Bali tanggal 10 Oktober 2018. Dalam acara tersebut  terdapat sesi khusus untuk mempresentasikan tema pertumbuhan ekonomi inklusif sebagai upaya mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan.



Latar belakang: Pertumbuhan ekonomi, Kemiskinan, dan Ketidakmerataan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil adalah cita-cita semua masyarakat ekonomi di dunia, termasuk Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang berpotensial besar di Asia. Indonesia memiliki Emerging Market terbesar kelima dengan potensi masyarakat kelas menengah yang juga besar. Indonesia juga didukung oleh kuantitas penduduk yang memenuhi bumi terbesar keempat. Dalam bidang ekonomi, Indonesia masuk menjadi 15 besar ekonomi terbesar di dunia. Selain itu, konsumsi pribadi masyarakat Indonesia tumbuh dengan mantab sebesar kurang lebih 5%.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tercatat mencapai angka 5,1% pada tahun 2017. Pada tahun 2016 Indonesia hanya mampu mencapai angka 5%, tahun 2015 sebesar 4,9%, dan tahun 2014 sebesar 5%. Walaupun kenaikannya kecil, tetapi hal ini menjadi tanda yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, Indonesia menjadi negara keempat yang dirpoyeksikan akan menjadi negara dengan perkonomian terbesar pada tahun 2050.

Tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai satu digit pada tahun 2018, yaitu sebesar 9,82% dengan jumlah orang miskin sebanyak 25,95 juta orang miskin. Definisi orang miskin adalah orang yang memiliki penghasilan perbulan dibawah Rp401.220,00. Berikut grafik tingkat kemiskinan di Indonesia dari tahun 2014 s.d. 2018.



Walaupun tingkat kemiskinannya menurun, jumlah penduduk rentan miskin masih cukup signifikan. Mereka sangat berisiko untuk kembali menjadi miskin akibat dari sakit, kehilangan pekerjaan, inflasi harga pangan, bencana alam, dan krisis ekonomi. Kemskinan di Indonesia paling banyak terdapat di daerah pinggiran dan Indonesia bagian timur. Papua dan Maluku memiliki tingkat kemiskinan paling tinggi yaitu sebesar 21,2%; Bali dan Nusa Tenggara 14,02%; Sumatera 10,39%; Sulawesi 10,64%, Jawa 85, dan Kalimantan 6,09%.

Berikut adalah beberapa sebab lambatnya penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia:
  1. Akses ke pelayanan finansial masih rendah,
  2. Jaringan komunikasi masih belum mencakup daerah pinggiran,
  3. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak proporsional, sebagian besar dimiliki oleh orang kaya,
  4. Banyaknya desa yang masih rawan terhadap bencana alam.

Sedangkan penyebab utama ketidakmerataan, antara lain:
  1. Ketidakmerataan akses pada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, rumah, air bersih, sanitasi, dan listrik.
  2. Ketidakmerataan tenaga kerja. Tenaga kerja dengan keahlian yang tidak bagus terjebak dalam pekerjaan dengan penghasilan rendah.
  3. Ketidakmerataan penghasilan dan kepemilikan aset. Konsentrasi kesejahteraan tinggi hanya berpusat pada kelompok orang tertentu.
  4. Ketiadaan jaring pengaman sosial ketika suatu guncangan ekonomi terjadi, seperti sakit, pemecatan kerja, inflasi, dan bencana alam.



Pertumbuhan ekonomi inklusif

Pertumbuhan ekonomi inklusif artinya pertumbuhan peluang ekonomi baru yang diikuti dengan aksesibilitas yang sama terhadap peluang yang tercipta untuk semua segmen masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin. Dengan bahasa lain, pertumbuhan ekonomi inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang menyediakan akses dan kesempatan untuk semua segmen masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan antara kelompok dan daerah.

Ada tiga pilar pertumbuhan ekonomi inklusif:

  1. Pertumbuhan ekonomi, yang terdiri dari subpilar: pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan infrastruktur ekonomi.
  2. Pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, yang terdiri dari subpilar: Ketidakmerataan dan kemiskinan.
  3. Peningkatan akses dan kesempatan, yang terdiri dari subpilar: Kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, dan inklusi finansial.

Kebijakan dan Strategi

Terdapat tiga strategi utama dalam menanggulangi masalah kemiskinan, kerentanan, dan ketidakmerataan dalam rencana pembangunan jangka menengah 2015-2019:

  1. Sistem Perlindungan Sosial Komprehensif: 
    • Jaminan Sosial: Asuransi kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan
    • Pelayanan Sosial: Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) untuk voucher makanan dan Transfer Tunai Bersyarat, dan Bantuan untuk Anak-Anak, Lansia, Penyandang Cacat, dan penduduk asli.
  2. Pengembangan Layanan Dasar
    • Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Dasar untuk 40% rumah tangga dengan pendapatan terendah: pencatatan sipil, pendidikan, kesehatan.
  3. Penghidupan Berkelanjutan
    • Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Produktif
    • Akses ke kredit mikro dan asuransi 
    • Pelatihan kejuruan
    • Fasilitasi dan kemitraan


Post Top Ad