Pada era di mana investor, regulator, dan publik menuntut transparansi yang lebih tinggi, Indonesia mengambil langkah penting melalui penerbitan dua standar awal Standar Pengungkapan Keberlanjutan: PSPK 1 dan PSPK 2. Kedua standar ini disosialisasikan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan (DPPPK). Artikel ini merangkum inti materi sosialisasi—mengapa PSPK penting, apa isinya, implikasi bagi profesi akuntansi, hingga langkah praktis menyiapkan laporan yang patuh standar.
Mengapa PSPK Penting?
Perubahan lanskap global membuat pelaporan keberlanjutan bukan lagi pilihan — melainkan elemen penting dalam pengambilan keputusan ekonomi. PSPK bertujuan menghubungkan informasi keberlanjutan dengan laporan keuangan sehingga risiko dan peluang terkait isu keberlanjutan dapat dipahami dari perspektif financial materiality. Selain menyelaraskan Indonesia dengan ISSB (International Sustainability Standards Board), PSPK juga mendukung kerangka regulasi nasional seperti UU P2SK dan peraturan pemerintah yang sedang difinalisasi.
Apa Itu PSPK 1 dan PSPK 2?
PSPK 1 — Standar Umum Pengungkapan Keberlanjutan
PSPK 1 menetapkan kerangka umum pengungkapan yang meliputi:
- Landasan konseptual: penyajian wajar, materialitas, entitas pelapor, dan keterhubungan informasi.
- Persyaratan umum: lokasi pengungkapan, waktu pelaporan (harus bersamaan dengan laporan keuangan), informasi komparatif, dan pernyataan kepatuhan.
- Konten inti: tata kelola, strategi, manajemen risiko, serta metrik dan target.
PSPK 1 menekankan pengungkapan tentang sustainability-related risks & opportunities (SRRO) yang dapat mempengaruhi prospek entitas — bukan hanya apa yang entitas lakukan terhadap lingkungan (inside-out) tetapi juga bagaimana isu eksternal memengaruhi entitas (outside-in).
PSPK 2 — Fokus pada Risiko dan Peluang Terkait Iklim
PSPK 2 adalah standar tematik yang memfokuskan pengungkapan pada isu iklim: risiko transisi, risiko fisik (akut dan kronis), serta peluang ekonomi dari transisi ke ekonomi rendah karbon. PSPK 2 memberi perhatian khusus pada bagaimana faktor iklim dapat memengaruhi neraca, laba rugi, dan arus kas perusahaan.
Inti Pemahaman: Outside-In dan Resilience
Salah satu pesan kunci dari sosialisasi adalah pergeseran fokus menuju perspektif outside-in. Artinya, pelaporan tidak hanya menceritakan kontribusi perusahaan terhadap isu keberlanjutan, tetapi juga bagaimana perkembangan eksternal (mis. kebijakan iklim, teknologi, preferensi konsumen, geopolitik) berdampak pada kelangsungan bisnis.
Konsep resilience (ketahanan/kemampuan beradaptasi) menjadi pusat: entitas diharapkan mengungkapkan kapasitasnya untuk menghadapi ketidakpastian—seberapa dalam guncangan dapat menurunkan kondisi baseline dan seberapa cepat entitas dapat pulih atau bertransformasi.
Impak terhadap Profesi Akuntansi dan Entitas
PSPK mengubah peran akuntan dari pencatat dan pelapor ke pengawal integritas informasi non-keuangan. Kompetensi yang diperlukan meliputi:
- Pemahaman data non-keuangan dan metodologi pengukuran;
- Analisis skenario dan manajemen ketidakpastian;
- Integrasi risiko keberlanjutan ke dalam perencanaan strategis & pelaporan keuangan;
- Etika dan quality control dalam penyusunan pengungkapan.
Dari sisi entitas, kesiapan data, tata governance, dan koordinasi lintas fungsi menjadi prioritas untuk memenuhi persyaratan pelaporan secara kredibel.
Isu Praktis yang Sering Muncul
- Template pengungkapan: IAI menegaskan PSPK bersifat prinsipil (principles-based), sehingga template baku tidak diberikan. Namun, pedoman implementasi (guidance) dan studi kasus sangat diperlukan oleh praktisi.
- Assurance/Audit: Kewajiban assurance atas laporan keberlanjutan merupakan kewenangan regulator (mis. OJK / Kementerian Keuangan) dan masih dalam pembahasan; profesi perlu bersiap untuk kemungkinan standar assurance.
- Materialitas dan pengungkapan kuantitatif: Pengungkapan kualitatif wajib; pengungkapan kuantitatif disyaratkan jika dapat diidentifikasi dan diukur secara andal. Ketidakpastian tinggi mendorong penggunaan narasi dan analisis skenario.
Langkah Persiapan Menuju 1 Januari 2027
Dengan tanggal efektif PSPK 1 & 2 pada 1 Januari 2027, organisasi disarankan mengambil langkah-langkah berikut:
- Lakukan readiness assessment terkait data, sistem, dan SDM;
- Bangun tata kelola pelaporan keberlanjutan (komite, proses, tanggung jawab);
- Kembangkan kapasitas internal — pelatihan tentang materialitas, pengukuran, & analisis skenario;
- Rencanakan integrasi pengungkapan PSPK ke dalam siklus pelaporan tahunan dan kebijakan internal;
- Monitoring perkembangan kebijakan regulator terkait assurance & pelaporan wajib.
Ringkasan Kesimpulan
PSPK 1 dan PSPK 2 membuka babak baru bagi transparansi informasi keberlanjutan di Indonesia. Dengan mengaitkan isu keberlanjutan ke dalam konteks prospek keuangan, kedua standar ini menuntut transformasi pemikiran dan kapabilitas—baik bagi perusahaan maupun profesi akuntansi. Keberhasilan implementasi bergantung pada kolaborasi regulator, asosiasi profesi, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.
Penutup
Pelaksanaan sosialisasi PSPK 1 dan PSPK 2 menandai langkah strategis untuk memperkuat ekosistem pelaporan keberlanjutan Indonesia. Melalui edukasi, pelatihan, dan kolaborasi berkelanjutan, diharapkan standar ini dapat diimplementasikan secara konsisten dan mendukung transparansi serta akuntabilitas dalam pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
0 Comments
ruang diskusi: