Iklim yang berubah dengan cepat telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan, lingkungan, dan perekonomian global. Indonesia, melalui ratifikasi Paris Agreement dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016, menunjukkan komitmen serius terhadap penanggulangan perubahan iklim. Komitmen ini diperkuat dengan peran Indonesia sebagai presidensi G20 pada 2022 yang mendorong G20 Bali Declaration, mendukung finalisasi ISSB Standards untuk pelaporan keberlanjutan global.
Dalam konteks ini, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengambil peran strategis dengan menyiapkan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (PSPK) yang merujuk pada ISSB Standards. PSPK 1 dan PSPK 2 yang telah disahkan pada Juli 2025 menjadi babak baru dalam pelaporan keberlanjutan di Indonesia, dengan tanggal efektif 1 Januari 2027.
PSPK 1 dan PSPK 2: Melengkapi Narasi Keberlanjutan
Perbedaan Perspektif: Inside Out vs Outside In
Selama ini, pelaporan keberlanjutan banyak menggunakan perspektif inside out - bagaimana perusahaan berdampak terhadap lingkungan dan isu keberlanjutan. PSPK memperkenalkan perspektif outside in - bagaimana isu-isu keberlanjutan di luar perusahaan (perubahan iklim, regulasi, preferensi konsumen) dapat mempengaruhi prospek dan arus kas perusahaan.
PSPK 1 (Persyaratan Umum Pengungkapan Informasi Keuangan Terkait Keberlanjutan) memberikan fondasi konseptual, sementara PSPK 2 fokus pada pengungkapan risiko dan peluang terkait iklim. Kedua standar ini memiliki empat pilar konten inti:
- Tata Kelola (Governance): Struktur dan proses untuk mengawasi risiko dan peluang terkait keberlanjutan
- Strategi: Pendekatan bisnis dalam menanggapi risiko dan peluang terkait keberlanjutan
- Manajemen Risiko: Proses identifikasi, penilaian, dan pengelolaan risiko keberlanjutan
- Metrik dan Target: Pengukuran kinerja dan tujuan yang telah ditetapkan
Ketidakpastian dan Kompleksitas Sistem: Tantangan Utama
Salah satu insight penting dari paparan Yohanes Handoko Aranto, Senior Expert Pertamina dan anggota Tim Kerja Keberlanjutan IAI, adalah penekanan pada kompleksitas sistem dan ketidakpastian yang dihadapi bisnis saat ini.
"Kita tidak menghadapi sekadar forward looking, tetapi yang kita hadapi adalah uncertainty yang cukup tinggi. Sistem di sekitar kita—dari earth system, lingkungan makro, hingga lingkungan bisnis—sangat kompleks dan saling terhubung."
Handoko memberikan contoh nyata British Petroleum (BP) yang pada 2020 melakukan strategic shift besar-besaran ke energi terbarukan, namun harus menyesuaikan kembali strateginya pada 2024 akibat perubahan kondisi geopolitik dan ekonomi. Contoh ini menunjukkan bagaimana ketidakpastian dapat mengubah landscape bisnis secara drastis.
Resilience: Konsep Kunci dalam PSPK
Berbeda dengan konsep ketahanan (robustness) yang hanya fokus pada kemampuan bertahan, PSPK menekankan konsep resilience - kemampuan untuk bangkit, beradaptasi, dan tumbuh kembali setelah menghadapi guncangan.
Proses Resilience
- Antisipasi: Observasi dan identifikasi risiko melalui analisis skenario
- Kesiapan: Ketersediaan sumber daya dan kompetensi
- Respons: Kemampuan merespon perubahan dengan cepat
- Adaptasi: Pembelajaran dan transformasi organisasi
Analisis Skenario: Bukan Prediksi, tapi Eksplorasi
Analisis skenario dalam PSPK bukan alat untuk memprediksi masa depan, melainkan untuk:
- Memahami ketidakpastian dan kompleksitas sistem
- Mengeksplorasi berbagai kemungkinan masa depan
- Membangun kapasitas adaptasi organisasi
- Menguji ketahanan strategi bisnis
Implikasi bagi Profesi Akuntan
Dalam paparannya, Ririn Septiani dari Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan menekankan peran strategis profesi akuntan dalam era pelaporan keberlanjutan ini. Akuntan dituntut tidak hanya kompeten dalam pelaporan keuangan tradisional, tetapi juga memahami risiko, peluang, dan dampak keberlanjutan yang mempengaruhi kinerja dan nilai entitas.
Handoko menambahkan bahwa akuntan memiliki peran kunci dalam:
- Membantu membentuk tata kelola perusahaan yang mendukung resilience
- Melakukan see beyond the numbers - memahami dinamika sistem di balik angka-angka keuangan
- Menjadi penghubung antara aspek strategis, ekonomi makro, dan pelaporan keuangan
Roadmap Implementasi dan Tantangan ke Depan
PSPK 1 dan 2 akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2027, dengan masa transisi tiga tahun. Dalam masa transisi ini, perusahaan diwajibkan mengungkapkan risiko dan peluang terkait iklim (climate first approach), sementara isu keberlanjutan lainnya dapat diungkapkan secara sukarela.
| Komponen | PSPK 1 | PSPK 2 |
|---|---|---|
| Fokus | Risiko & peluang terkait semua isu keberlanjutan | Risiko & peluang terkait iklim khususnya |
| Metrik Penting | Beragam sesuai industri | Emisi GRK (Scope 1, 2, 3), harga karbon internal |
| Pengungkapan | Kualitatif wajib, kuantitatif jika memungkinkan | Analisis skenario untuk ketahanan iklim |
Tantangan implementasi termasuk pengembangan kompetensi, kesiapan infrastruktur pelaporan, dan bagaimana assurance akan dilakukan terhadap pengungkapan keberlanjutan ini. Namun, seperti ditekankan oleh kedua pembicara, PSPK bukan sekadar kewajiban compliance, tetapi peluang untuk meningkatkan nilai dan relevansi bisnis di dunia yang semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas keberlanjutan.
Kesimpulan
PSPK 1 dan PSPK 2 menandai transformasi mendasar dalam pelaporan perusahaan di Indonesia. Standar ini tidak hanya tentang mengungkapkan dampak perusahaan terhadap lingkungan (inside out), tetapi lebih penting lagi tentang memahami bagaimana perubahan lingkungan eksternal yang penuh ketidakpastian dapat mempengaruhi ketahanan dan nilai perusahaan (outside in).
Bagi profesi akuntan, ini adalah momentum untuk memperluas peran dari sekadar pencatat transaksi menjadi mitra strategis yang memahami kompleksitas sistem dan dapat membantu membangun organizational resilience. Seperti tagline IAI: "See Beyond the Numbers" - kini saatnya melihat beyond the numbers menuju pemahaman yang lebih holistik tentang penciptaan nilai berkelanjutan.
Dengan kesiapan implementasi pada 2027, perusahaan memiliki waktu untuk membangun kapabilitas, memperdalam pemahaman, dan mengintegrasikan pertimbangan keberlanjutan ke dalam strategi dan pengambilan keputusan. Langkah ini tidak hanya penting untuk memenuhi regulasi, tetapi lebih mendasar lagi: untuk memastikan ketahanan bisnis dalam menghadapi ketidakpastian masa depan.
Artikel ini disarikan dari Sharing Session PSPK 1 dan PSPK 2 yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, dengan narasumber Yohanes Handoko Aranto (Anggota Tim Kerja Keberlanjutan IAI) dan Ririn Septiani (Analis Keuangan Negara Ahli Madya, Ditjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan).
Ingin mempelajari lebih lanjut?
Ikatan Akuntan Indonesia menyediakan berbagai resources melalui:
- IAI Lounge App: Download di App Store atau Google Play Store
- Website: iaiglobal.id
- SAK Online: Akses standar akuntansi terkini
0 Comments
ruang diskusi: