Tidak
dapat dipungkiri, teknologi yang dikembangkan oleh manusia dari tahun ke tahun
membawa dampak yang signifikan bagi berbagai sisi kehidupan manusia. Teknologi
menawarkan kemudahan, kecepatan, dan efisiensi pekerjaan lengkap dengan
tantangan-tantangannya. Secara garis besar, perkembangan teknologi informasi
dapat dikelompokkan menjadi beberapa era yaitu era akuntansi tahun 1950, era
operasional tahun 1960, era informasi tahun 1970, era jejaring tahun 1980, dan
era jejaring global tahun 1990 (Jogiyanto, 2008). Mesin ketik IBM yang
diperkenalkan pertamakali pada tahun 1964 menjadi awal dari perkembangan
aplikasi pengolah kata hingga pada akhirnya sekarang telah muncul berbagai
macam aplikasi pengolah informasi yang jauh lebih canggih. Seolah tidak akan
pernah berakhir, perkembangan teknologi informasi masih akan terus berlanjut
dari tahun ke tahun.
Lalu bagaimana peran
nyata teknologi dalam kehidupan manusia? Teknologi adalah alat. Ia merupakan
bagian dari sistem yang digunakan oleh manusia untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Salah satu sistem yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
manusia modern adalah sistem informasi dimana teknologi merupakan bagian di
dalamnya. Berikut adalah komponen sistem informasi menurut buku Sistem
Teknologi Informasi (Jogiyanto, 2008).
Selanjutnya,
pembangunan sistem teknologi informasi di dalam berbagai macam bidang pekerjaan
dapat mengacu kepada pembagian komponen sistem informasi tersebut di atas. Pada
artikel ini, penulis akan fokus kepada perkembangan sistem teknologi informasi
bidang perpajakan di Indonesia.
Sama
seperti sektor kegiatan ekonomi dan sosial yang lain, sektor pemerintahan juga terpengaruh
oleh kemajuan teknologi informasi. Mau tidak mau, pemerintah harus mampu
menangkap peluang dan menjawab tantangan kemajuan teknologi informasi.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah salah satu pelopor pengunaan teknologi
informasi di ligkungan pemerintahan di Indonesia. Pengembangan TI di DJP
dimulai pada awal tahun 90-an yaitu dengan penerapan teknologi komputerisasi New Payment Control System (NPCS) yang
berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak. Kemudian, Sistem
Informasi Perpajakan (SIP) diperkenalkan pada tahun 1994 untuk menggantikan
NPCS. SIP dapat berfungsi sebagai sarana pengawasan penyampaian Surat
Pemberitahunan Tahunan (SPT) sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi
pembayaran pajak, serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung
pengambilan keputusan (decision support
system). Pada tahun 2002, untuk meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih
efektif, pengembangan SIP dilakukan dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi
Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dalam workflow
system dengan berbagai modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan
basis elektronik seperti e-SPT, e-Filing,
e-Payment, e-Registration, dan e-Counceling.
Pada tahun 2005, dilakukan modifikasi terhadap SIP berbasis Linux yang dikenal dengan SIP Modifikasi
(SIPMOD) Unix. Pada tahun 2007,
Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) menggabungkan seluruh
aplikasi perpajakan yang ada di DJP yaitu SIP, SAPT, SISMIOP (Sistem Informasi
dan Manajemen Objek Pajak), dan SIG (Sistem Informasi Geofrafis). SIDJP versi
terbaru dikenal dengan nama SIDJP-NINE (New
Innovative Novelty Excellence).
Pemanfaatan
sistem informasi yang semakin berkembang ini tentu membawa dampak yang positif
bagi instansi DJP maupun para wajib pajak. Dari sisi penerimaan negara, jumlah
penerimaan sektor pajak terlihat juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Grafik tersebut diatas adalah grafik pertumbuhan penerimaan perpajakan
di Indonesia dari tahun ke tahun yang menunjukkan tren positif sejak tahun 1990
s.d. 2015.
Tantangan AEoI terhadap SIDJP
Pada
Kamis 30 November 2017 telah terjadi pergantian Direktur Jenderal Pajak.
Presiden Joko Widodo memilih Robert Pakpahan untuk mengantikan peran Ken
Dwijugeasteadi sebagai Dirjen Pajak. Salah satu tugas utama yang diembankan
kepada Robert Pakpahan adalah mempersiapkan Indonesia untuk meghadapi Automatic Exchange of Information (AEoI)
yang paling lambat akan dilaksanakan pada bulan September 2018. AEoI adalah
sistem yang mendukung pertukaran informasi rekening wajib pajak antarnegara.
Dengan adanya perjanjian ini, wajib pajak yang membuka rekening di negara lain
akan langsung terlacak oleh otoritas pajak negara asal. Implementasi AEoI
diinisiasi oleh Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD).
Kesiapan
Indonesia untuk menghadapi AEoI telah dinyatakan dalam Siaran Pers Nomor
15/KLI/2017 tanggal 19 Maret 2017 setelah berlangsungnya pertemuan Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 di Jerman dengan judul
“G20 Segera Mengimplementasi Program Pertukaran Informasi Pajak Secara Otomatis”.
Lebih lanjut, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian
International. Selain itu, terlebih dulu, terdapat juga Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk Kepentingan Perpajakan yang diturunkan lagi menjadi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi
Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan yang menggantikan PMK Nomor
70/PMK.03/2017, 125/PMK.010/2015 dan PMK Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara
Pertukaran Informasi.
Menurut
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017, pertukaran Informasi secara
otomatis dilakukan atas:
- Informasi terkait pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada subjek pajak Indonesia atau pemotongan pajak atas penghasilan, yang dibayarkan kepada subjek pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
- Informasi keuangan Nasabah Asing;
- Informasi laporan per negara; dan/ atau
- Informasi perpajakan lainnya berdasarkan kesepakatan bersama antara Indonesia dan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Adapun
tujuan dari pengaturan pertukaran Informasi berbasis AEoI ini adalah untuk
mencegah penghindaran pajak, mencegah pengelakan pajak, mencegah penyalahgunaan
Penrjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) oleh pihak-pihak yang tidak
berhak; dan mendapatkan Informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib
pajak.
Adalah
sebuah kewajiban DJP untuk selalu mengembangkan SIDJP dalam menghadapi
perubahan dinamika perpajakan. Hal ini terwujud juga dalam uraian tugas dari
Tim Reformasi Perpajakan Kelompok Kerja Bidang Teknologi Informasi dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi
Perpajakan yang antara lain adalah:
- memetakan dan memformulasikan sistem informasi yang reliable dan handal untuk mengolah data perpajakan berbasis teknologi sesuai dengan core business DJP,
- membangun dan mengembangkan proses bisnis sesuai dengan sistem informasi,
- menyusun pengembangan sistem teknologi informasi DJP sesuai dengan pedoman dan kerangka yang diterapkan, dan
- melaksanakan tugas lainnya yang berkaitan dengan bidang teknologi informasi, basis data, dan proses bisnis dalam rangka reformasi perpajakan.
Sejak
dibentuk pada tanggal 9 Desember 2016, tim tersebut telah mewujudkan perubahan-perubahan
pengelolaan sistem informasi di DJP antara lain sebagai berikut:
- E-billing support, yaitu integrasi sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui outbound call;
- Fasilitas virtual assistant dan live chatting yang terdapat di dalam website DJP yang terintegrasi juga ke call center “Kring Pajak”;
- Form 1770 dan 17703 elektronik (e-form) yaitu SPT elektronik untuk menyampaikan laporan pajak secara online melalui e-filling;
- Prepopulated SPT OP Karyawan yaitu data bukti potong wajib pajak orang pribadi karyawan secara otomatis muncul dalam e-form atau e-filling;
- Bukti potong elektronik (e-butpop) atau bukti potong pajak secara elektronik yang memudahkan administrasi data sekaligus menjadi input bagi prepopulated SPT;
- Peluncuran Platform Kartin1 yaitu platform yang menggabungkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan kartu identitas lainnya dalam rangka menuju national single identity;
- Kerja sama dengan Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG) untuk program pengembangan core tax system; dan
- Persiapan penegakan hukum pasca-Amnesti Pajak antara lain distribusi data perpajakan terkait dengan kepemilikan harta, joint audit dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, implementasi Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA) dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB), dan outbound call dalam rangka memperkuat tindakan penagihan aktif.
Selanjutnya,
era AEoI adalah tantangan yang harus segera dijawab oleh Tim Reformasi
Birokrasi yang setidaknya SIDJP harus telah siap mengakomodasi AEoI pada
September 2018.
Teori Model Kesuksesan STI
Salah satu model
kesuksesan STI yang menjadi dasar pengembangan sistem informasi pada masa kini,
walaupun mendapat beberapa kritik, adalah Model DeLone dan McClean (1992). Model DeLone dan McClean menghubungkan proses
dan kausalitas dari enam dimensi model.
Figur
3. Model Kesuksesan DeLone dan McClean
Model
DeLone dan McClean menjelaskan bahwa
kualitas informasi dan kualitas sistem baik secara parsial maupun
agregat akan mempegaruhi penggunaan dan kepuasan pemakai. Penggunaan dan
kepuasan pemakai dapat saling mempengaruhi satu sama lain yang selanjutnya akan
menghasilkan dampak bagi individu. Dampak individual pada akhirnya akan dapat
mempengaruhi dampak organisasional.
Keenam
dimensi model tersebut tentu harus dapat diukur. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui ukuran-ukuran yang tepat bagi enam dimensi tersebut.
Berikut adalah tabel alat ukur enam dimensi model tersebut yang penulis rangkum
dari buku Model Kesuksesan STI, Jogiyanto (2007):
No.
|
Dimensi
|
Alat Ukur
|
1
|
Kualitas
Sistem
|
Akurasi
data, kekinian data, isi basis data, kemudahan penggunaan, kemudahan
dipelajari, kenyamanan akses, faktor manusia, integrasi sistem, realisasi
kebutuhan pemakai, kegunaan fitur dan fungsi, akurasi sistem, keluwesan
sistem, keandalan sistem, kecanggihan sistem, pemanfaatan sumbe daya, waktu
respon, dan waktu pembalikan.
|
2
|
Kualitas
informasi
|
Kepentingan,
relevan, kegunaan, keinformatifan, keterbacaan, kejelasan, bentuk, wujud,
isi, akurasi, presisi, ketepatan, kekinian, ketepatwaktuan, keandalan,
kelengkapan, ketepatan, keterbandingan, kekuantitatifan, dan kebebasan dari
bias.
|
3
|
Penggunaan
|
Banyaknya/durasi
penggunaan, jumlah pencarian, lama waktu koneksi, jumlah fungsi yang
digunakan, jumlah records yang
diakses, frekuensi akses, frekuensi permintaan laporan, jumlah laporan yang
dihasilkan, beban penggunaan sistem, kerutinan penggunaan, subjek pengguna
langsung atau tidak langsung, penggunaan binari, sifat dari penggunaan,
tingkat penggunaan, pengulangan penggunaan, laporan penerimaan, persentase
penggunaan Vs kesempatan penggunaan, kesukarelaan penggunaan, motivasi
penggunaan.
|
4
|
Kepuasan
pemakai
|
Kepuasan
dengan kekhususan, kepuasan menyeluruh, pegukuran item tunggal, pengukuran
item banyak, kepuasan informasi, kesenangan, kepuasan perangkata lunak,
kepuasan pengambilan keputusan.
|
5
|
Dampak
individual
|
Pemahaman
informasi, pembelajaran, akurasi interpretasi, kesadaran informasi,
pengambilan informasi, identifikasi masalah, efektivitas keputusan,
peningkatan produktivitas individual, perubahan di keputusan, penyebab
tindakan manajemen, kekuasaan atau pengaruh individual, kinerja tugas,
kualitas rencana, valuasi personal dari SI, kerelaan untuk membayar
informasi.
|
6
|
Dampak
organisasional
|
Portofolio
aplikasi, pengurangan biaya operasi, pengurangan staf, keseluruhan keuntungan
produktivitas, peningkatan pendapatan, peningkatan penjualan, peningkatan
pangsa pasar, peningkatan laba, return on investasi, retun on assets, rasio
pendapatan bersih terhadap pengeluaran operasi, rasio biaya terhadap manfaat,
harga saham, peningkatan volume pekerjaan, kualitas produk, kontribusi
pencapaian tujuan, efektivitas pelayanan.
|
Seiring berjalannya waktu, model DeLone dan McClean mendapatkan banyak kritik dan perbaikan sehingga muncul model DeLon dan McClean yang telah dimodifikasi. Di dalam model yang telah dimodifikasi terdapat tambahan dimensi kualitas pelayanan dan intensitas pemakaian. Selain itu, dimensi dampak individual dan organisasional diubah menjadi dimensi manfaat bersih.
Evaluasi SIDJP
SIDJP
dapat dievaluasi dengan menggunakan enam dimensi dalam model kesuksesan STI
DeLone dan McClean tersebut di atas. Dari sisi dimensi kualitas sistem, jika
dibandingkan dengan sistem informasi pada instansi pemerintah yang lain, SIDJP
dapat dikatakan memiliki kualitas yang lebih baik. DJP dikenal sebagai instansi
pemerintah yang sering melakukan penerapan teknologi informasi yang inovatif
dalam praktek bisnisnya. Beragam aplikasi berbasis online telah diluncurkan dan berhasil mendapatkan sertifikat ISO
27001:2013 pada tanggal 25 September 2013 yang merupakan pengakuan untuk sistem
manajemen keamanan informasi SIDJP. Selain itu, pada tahun 2015, Direktur
Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TTKI) DJP berhasil mendapatkan
penghargaan sebagai Chief Information
Officer terbaik versi majalah SWA.
Elsie
Syliana Kasim dan Titin Fachriah Nur (2016) melakukan penelitian untuk
mengevaluasi SPT tahunan elektronik yang menunjukkan bahwa, dari segi reliability, responsiveness, dan assurance, sistem informasi pada SPT
elektronik memiliki kualitas yang baik. Alat ukur keberhasilan kualitas sistem
yang lain seperti akurasi data, kekinian data, kemudahan penggunaan, kemudahan
dipelajari, kecepatan akses, dan lain-lain dapat secara langsung diketahui dengan
cara menggunakan berbagai macam sistem dan aplikasi yang dirasakan oleh para
wajib pajak. Sejauh ini, secara umum, dimensi kualitas sistem pada SIDJP dapat
dikatakan sudah baik karena tidak ada permasalahan yang cukup signifikan dalam
penyediakan informasi bagi para penggunanya.
Sebagai
instansi pemerintah yang telah menerapkan prinsip-prinsip good governance, DJP dituntut untuk dapat menyediakan informasi
yang akurat, relevan, dan terkini. DJP telah memiliki website resmi dan
beberapa media sosial guna menyediakan informasi yang cepat, akurat, dan
terpercaya kepada masyarakat Indonesia. Dari sisi dimensi kualitas pelayanan,
DJP telah menyediakan beberapa fitur layanan baik secara offline maupun online seperti
Kring Pajak, live chat, e-filling, dan
layanan secara langsung di setiap kantor pajak yang terdapat di seluruh penjuru
tanah air. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa kualitas informasi dan kualitas pelayanan yang disediakan oleh
SIDJP tidak perlu diragukan lagi.
Pada
dimensi kepuasan pemakai, penggunaan, dan intesitas penggunaan, beberapa
penelitian telah dilakukan. Adi Supriyatna dan Vivi Maria (2017) meneliti
tingkat kepuasan pengguna SIDJP dengan menggunakan metode kuisioner Skala
Likert dengan variabel performance,
information & data, economics,control & security, efficiency, dan
service. Hasilnya adalah SIDJP telah memberikan kepuasan kepada para
penggunanya engan skor kepuasan 3,85 – 4,14 pada skala kepuasan 0 – 5. Sebelumnya,
pada tahun 2015, melalui survei kepuasan pengguna layanan Kementeruan Keuangan,
DJP memperoleh indeks kepuasan sebesar 3,87 pada skala 1 – 5.
Pada dimensi
penggunaan dan intensitas pemakaian, SIDJP jelas merupakan sebuah sistem yang
sering digunakan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berikut adalah ikhtisar jumlah pengguna layanan informasi di DJP selama tahun
2015.
Figur 5. Infografis Data Penggunaan SIDJP Tahun 2015
Diketahui
jumlah pengguna e-SPT pada tahun 2015 sebanyak 7,96 juta, atau tumbuh sebanyak
27,7% dari tahun 2014. Berdasarkan data dari google analytics, jumlah akses ke situs DJP adalah sebanyak 10,29
juta atau meningkat sebanyak 5,97% dari tahun 2014. Sementara itu, layanan
Kring Pajak juga masih sering digunakan oleh para wajib pajak.
Lalu
apakah SIDJP telah memberikan dampak positif bagi para pengguna, baik wajib
pajak maupun DJP sendiri atau Negara Indonesia? Dampak yang signifikan terjadi
pada peningkatan kesadaran dan kepatuhan perpajakan. Tidak dapat dibantah bahwa
metode edukasi perpajakan secara elektronik merupakan hal yang penting di era
kemajuan teknologi sekarang ini. Kemudahan akses informasi perpajakan juga akan
membuat masyarakat aware terhadap
pentingnya perpajakan sehingga akan tumbuh kesadaran yang kemudian akan diikuti
kepatuhan perpajakan. Keberadaan SIDJP juga sangat membantu pekerjaan petugas
pajak. Database pajak yang dikelola
dengan baik dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam meningkatkan
penerimaan negara.
Menjawab Tantangan AEoI
Teori
model kesuksesan STI DeLone dan McClean telah jelas menjabarkan dimensi-dimensi
yang penting untuk mewujudkan kesuksesan STI di dalam suatu entitas. Salah satu
dimensi perlu menjadi perhatian ekstra dari DJP guna mempersiapkan diri
menghadapi AEoI adalah dimensi kualitas sistem. DJP harus membangun sistem yang
mampu mengakomadasi pertukaran informasi secara otomatis, diantaranya adalah
informasi mengenani penghasilan yang dibayarkan kepada subjek pajak lintas
negara, informasi nasabah asing, dan informasi laporan per negara. Dalam hal
ini, input yang dibutuhkan oleh SIDJP
adalah informasi perpajakan yang berasal dari negara lain. Agar input tersebut dapat masuk dengan baik,
SIDJP harus memiliki jaringan yang kuat dan jenis karaktteristik input-nya telah sesuai dengan
karakteristik yang terdapat di dalam SIDJP. Standarisasi input secara internasional dapat dijadikan salah satu pilihan untuk
memperlancar proses transisi input ke
dalam sistem perpajakan lintas negara. Opsi lainnya adalah penyesuaian dari dalam
SIDJP sendiri. SIDJP harus mampu mengkorvesi
input dari luar yang berbeda
karakteristiknya sebelum kemudian diolah melalui model SIDJP yang telah
mengakomodasi AEoI menjadi informasi yang bermanfaat.
Basis
data SIDJP harus terus bertumbuh. Program tax
amnesty yang telah berjalan adalah
moment permulaan yang tepat dan krusial untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas basis data perpajakan Indonesia. Kemudian, penyempurnaan basis data
akan dapat dilakukan selama proses AEoI berlangsung. Untuk mendukung
penyempurnaan basis data ini, media penyimpanan dan server SIDJP juga harus
terus bertumbuh. Oleh karena itu, pemerintah harus berani melakukan investasi
yang besar ke modernisasi fasiliatas teknologi informasi di dalam SIDJP.
Satu
hal lagi yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah unsur pengedalian
SIDJP. Perjanjian AEoI menyepakati bahwa setiap negara dan yurisdiksi yang
telah tergabung dalam perjanijian harus saling memberi dan menerima informasi
perpajakan yang terkait dengan subjek pajak negara lain. Artinya, informasi
dapat keluar dari dan masuk ke SIDJP secara mudah dan terotomatisasi.
Pengendalian SIDJP harus diperkuat. SIDJP harus memastikan bahwa informasi yang
memang harus disampaikanlah yang akan diteruskan ke negara lain. Informasi strategik
di internal DJP tetap harus dijaga sedemikan rupa sehingga tidak bocor atau
sengaja ditembus oleh negara lain. Baik pengendalian umum maupun pengendalian
aplikasi, keduanya harus dilakukan dengan jaminan keamanan yang berkualitas
tinggi.
Setelah
menyelesaikan masalah legalitas AEoI dengan diterbitkannya Perppu dan PMK
terkait, pengelolaan ranah etika dan politik juga harus diperhatikan. Dalam prakteknya,
permasalahan etika dan politik sangat rumit. Standar etik seseorang tidak dapat
disamakan dengan orang lain. Resistansi dari wajib pajak untuk mengungkap semua
informasi keuangannya pasti ada. Akibatnya, mereka akan melakukan cara-cara
yang tricky untuk sedapat mungkin
menghindari pengungkapan informasi. Pilihan negara tempat untuk berinvestasi
juga akan terdampak oleh adanya AEoI.
Dari
sisi politik, mengingat informasi adalah power,
negara harus benar-benar memastikan pertukaran informasi melalui AEoI ini
bukanlah pertukaran yang menurunkan power
Indonesia di mata dunia. Sebaliknya, AEoI harus menjadi jalan untuk
menambah kekuatan politik Indonesia, baik di dunia internasional maupun di mata
wajib pajak.
Akhirnya,
mau tidak mau SIDJP benar-benar akan diuji kapasitasnya pada level dunia
internasional. Oleh karena itu, investasi yang besar pada sistem informasi
andalan DJP ini harus dieksekusi dan terus diperhatikan dari tahun ke tahun.
SIDJP adalah senjata untuk mengumpulkan penerimaan negara dari sektor
perpajakan. Dengan senjata yang canggih dan kerja keras petugas pajak yang
gigih, penerimaan pajak yang besar tidak mustahil untuk diraih.
Daftar Pustaka
Biro
Komunikasi dan Layanan Informasi, Kementerian Keuangan. G20 Segera Mengimplementasi Program Pertukaran Informasi Pajak Secara
Otomatis. Siaran Pers Nomor 15/KLI/2017.
Jogiyanto
H.M. 2008. Sistem Teknologi Informasi.
Yogyakarta: Penerbit Andi
Jogiyanto
H.M. 2010. Model Kesuksesan Sistem
Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kasim,
Elsie Syliana dan Nur, Titin Fachriah. 2015. Evaluasi SPT Tahunan Elektronik. Jurnal Vokasi Indoneisa. Universitas
Indonesia.
Mustapha,
Bojuwon and Normala, Siti. 2014. Tax Service Quality: The Mediating Effect of Perceived Ease of Use of the Online Tax System.
Procedia – Social and Behavioral Sciences. Kuala Lumpur, Malaysia.
Nasirudin,
Moh Makhfal. 2017. Reformasi Teknologi
Informasi Perpajakan. http://www.pajak.go.id/content/article/reformasi-teknologi-informasi-perpajakan.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2017.
No comments
ruang diskusi: