Sumber: cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id |
Berbicara
tentang keberhasilan dalam menanggulangi masalah korupsi, maka diperlukan suatu
ukuran kuantitatif untuk memudahkan dalam melakukan analisis perkembangannya.
Sejak tahun 1995, lembaga survei internasional yang memiliki fokus terhadap
aktivitas pemberantasan korupsi, Transparency
International, telah merumuskan suatu angka indeks untuk menilai tingkat
korupsi di suatu negara. Indeks tersebut bernama Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
Seperti
telah diberitakan oleh kompas.com pada tanggal 25 Januari 2017, Transparency International Indonesia
menerbitkan skor IPK Indonesia pada 2016 yakni 37 dari rentang 0-100. Pada
2015, skor IPK Indonesia ada di angka 36. Sementara skor 2014 adalah 34. Dengan
skor sebesar 37 poin, Indonesia menempati urutan ke-90 dari 176 negara.
Berdasarkan kenaikan skor IPK ini dapat diketahui bahwa persepsi korupsi di
Indonesia mengalami perkembangan yang positif. Namun, kenaikan skor IPK Indonesia
belum mampu mengungguli negara tetangga seperti Malaysia (49 poin), Brunei (58
poin) dan Singapura (85 poin). Indonesia hanya berada di atas Thailand (35
poin), Filipina (35 poin), Vietnam (33 poin), Myanmar (28 poin), dan Kamboja
(21 poin).
Keberhasilan
dalam upaya pemberantasan korupsi juga dapat dilihat dari banyak kasus korupsi
yang berhasil diugkap oleh lembaga pemberantas korupsi, dalam hal ini adalah
Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Berdasarkan data yang diperoleh dari cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id,
jumlah kasus korupsi yang berhasi diungkap dan pelakunya berhasil ditangkap
mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik pengungkapan kasus korupsi di
Indoensia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2015.
Dari
tahun 2009 ke tahun 2012 terdapat kenaikan jumlah kasus korupsi yang berhasil
diungkap yaitu banyak 740 kasus dengan 1000 terdakwa. Dari tahun 2012 ke tahun
2013 terdapat 229 kasus korupsi dan 311 terdakwa. Sedangkan dari tahun 2013 ke
tahun 2015 terdapat 603 kasus dan 967 terdakwa. Tentu kenaikan jumlah kasus
korupsi yang berhasi diungkap dan terdakwa yang berhasil ditangkap tidak
semata-mata langsung dapat disimpulkan bahwa pemberantasan kosupsi di Indonesia
mengalami keberhasilan. Perlu diketahui bahwa keberhasilan pemberantasan
korupsi pada suatu negara tidak semata-mata tercermin dari jumlah kasus korupsi
yang terungkap dan jumlah terdakwa yang tertangkap saja. Pemberntasan korupsi
juga harus mengandung unsur pencegahan. Apabila upaya pencegahan berjalan
efektif, maka seharusnya jumlah kasus korupsi yang terjadi pada suatu negara
dapat berkurang signifikan.
Sebagaimana
dikatakan oleh Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia dalam pemberitaan di situs
resminya bahwa peningkatan lima poin IPK dalam rentang waktu lima tahun dinilai
terlalu lambat untuk mencapai target 50 pada akhir 2016. Peningkatan skor IPK
lambat karena pemberantasan korupsi selama ini hanya fokus pada sektor
birokrasi saja. Reformasi birokrasi memang berkontribusi terhadap perbaikan
integritas layanan publik dan menyumbang kenaikan skor IPK rata-rata 1
poin setiap tahun. Menurut Dadang, strategi pemberantasan korupsi nasional
masih belum memberikan porsi besar terhadap korupsi politik, korupsi hukum, dan
korupsi bisnis. Oleh kerana itu, KPK juga harus menyasar sektor politik, hukum,
dan bisnis dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi. Maka dari itu, guna
mencapai upaya pembarantasan korupsi yang optipmal, diperlukan peran serta dari
seluruh elemen bangsa Indonesia.
Karena risiko korupsi dapat datang melalui dua
arah, dari sektor publik ataupun dari sektor swasta, Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut:
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tetap fokus dan perkuat reformasi penegakan hukum dan peningkatan integritas sektor publik.
- Tim Saber Pungli harus bergerak lebih agresif dan masif untuk memerkuat momentum pemberantasan korupsi dan mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas lagi.
- Optimisme publik yang telah mulai terbangun agar dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan meningkatkan penindakan kasus-kasus korupsi secara adil.
- Segera menerbitkan perangkat hukum yang memastikan swasta mengembangkan dan menerapkan sistem integritas bisnis.
- Perlunya pembenahan sektor publik dalam hal pengadaan barang dan jasa, termasuk misalnya pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan/ TNI.
- Pemerintah dan Pemerintah daerah harus bersinergi dalam melawan “desentralisasi korupsi”
- Menjadikan KPK sebagai focal point untuk mendorong program antikorupsi sektor swasta
- Lembaga-lembaga penegak hukum perlu segera mendayagunakan Peraturan Mahkamah Agung RI tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi sebagai instrumen hukum untuk meningkatkan risiko korupsi bagi kalangan swasta.
- Mengembangkan aturan internal dan budaya antikorupsi yang memastikan perusahaan swasta menerapkan sistem integritas bisnis untuk mengurangi risiko korupsi.
- Mengembangkan sistem pelaporan program antikorupsi secara lebih komprehensif dan menggunakannya sebagai kriteria penentu untuk investasi.
- Mendorong terbitnya standar audit untuk menilai program antikorupsi dan meningkatkan kualitas penilaian risiko korupsi.
- lMendorong perusahaan untuk transparan terhadap program kepatuhan terhadap UU Antikorupsi.
- Melakukan pengawasan independen untuk mendorong praktik bisnis berintegritas dan pengawasan peradilan Tipikor sektor swasta.
- Mendorong penguatan legislasi untuk mendorong integritas sektor swasta, contohnya mengawasi proses revisi UU Tipikor.
- Melakukan monitoring dan analisis program antikorupsi untuk menguatkan kepatuhan terhadap UU Antikorupsi Nasional dan Global.
- Mendorong standar pelaporan country by country untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik.
- Memanfaatkan inisiatif-inisiatif seperti Lapor! dan Saber Pungli untuk masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Akhirnya, sebagai pemilik negeri ini, mari bersama-sama berdoa dan
berusaha untuk mewujudkan Indonesia yang benar-benar bersih dari kasus korupsi,
bukan sekedar angka belaka.
Referensi:
Masyarakat
Praktisi. 2016. Laporan Database Korupsi
Versi 4 (5 April 2016). (Online).
2016. http://cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id/index.php/publikasi/52-database-korupsi-versi-4-5april-16.
Diakses pada tanggal 14 September 2017.
Putra,
Lutfy Mairizal. 2017. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Satu Poin. (Online). http://nasional.kompas.com/read/2017/01/25/17242741/indeks.persepsi.korupsi.indonesia.naik.satu.poin.
Diakses pada tanggal 14 September 2017.
Tioriana,
Lia. 2017. Corruption Perceptions Index
2016: Terus Perkuat Integritas Sektor Publik, Dorong Integritas Bisnis Sektor
Swasta. (Online). http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-perceptions-index-2016.
Diakses pada tanggal 14 September 2017.
No comments
ruang diskusi: