Beberapa bulan yang lalu, tepatnya tanggal 9
Februari 2017, Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB), sebuah
lembaga pemerintah yang
bertugas mengawasi, mengatur, memeriksa, dan mendisiplinkan kantor-kantor
akuntan dalam peranan mereka sebagai auditor perusahaan publik, secara resmi mengeluarkan sanksi kepada Kantor
Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Suherman & Surja yang berafiliasi dengan Ernst & Young (EY) berupa denda
sebesar US$ 1 juta akibat melakukan kegagalan audit terhadap laporan keuangan
kliennya. KAP Purwantono, Suherman & Surja, sering disebut sebagai EY
Indonesia, dianggap gagal melakukan audit karena telah mengeluarkan laporan
audit dengan opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan PT Indosat
Tbk tahun 2011 tanpa dilengkapi dengan bukti yang cukup terkait sewa lebih dari
empat ribu unit tower seluler. Bukan
hanya kepada KAP, denda juga dijatuhkan kepada pada akuntan
publik (AP) Roy Iman Wirahardja senilai US$ 20.000 ditambah dengan larangan
praktik selama lima tahun. Selain itu, mantan direktur EY Asia-Pacific James
Randall Lealin juga didenda sebesar US$ 10.000 dan dilarang berpraktik selama
satu tahun.
Kasus serupa juga dialami oleh mantan partner PricewaterhouseCoopers di Brazil (PwC Brazil) tahun 2010 dan 2011, Wander Rodrigues Teles. PCOB menemukan bahwa Teles telah gagal menemukan indikasi bahwa kliennya, Sara Lee Cafes, telah melakukan overstatement terhadap akun piutangnya. Akibatnya, Tele dikenai denda oleh PCOB sebesar US$ 10,000 dan larangan berpraktik selama dua tahun.Kasus pelanggaran terhadap standar audit juga dialami oleh AP di dalam negeri. Melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 447/KM.1/2017 tanggal 17 April 2017, Pusat Pembinaan Profesi Keuaangan (PPPK) menjatuhkan sanksi berupa pencabutan izin usaha kepada AP Achmad Rodi Kartamulja. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor PPPK, diperoleh kesimpulan bahwa AP Achmad Rodi Kartamulja tidak memeliara kertas kerja jasa audit umum atas laporan keuangan. Diketahui sebanyak 720 Laporan Auditor Independen (LAI) yang ditandatangani oleh AP Achmad Rodi Kartamulja tidak didukung dengan kertas kerja yang memadai. Berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran sangat berat dan dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha. Bukan hanya itu, kasus-kasus pelanggaran dengan sanksi pembekuan izin usaha juga telah banyak dilakukan oleh AP dalam negeri. Pelanggaran kategori berat dengan sanksi pembekuan izin juga telah banyak dilakukan oleh AP. Tercatat pada bulan Mei dan Juni 2017, sebanyak 10 pelanggaran telah dijatuhi sanksi pembekuan izin usaha oleh PPPK mulai dari pembekuan selama 3 bulan hingga 12 bulan. Jenis pelanggaran didominasi oleh tidak terdapatnya kertas kerja atau dokumentasi audit.Lalu apakah yang menjadi sebab para AP bertindak jauh dari kata profesional? Bukankah mereka telah memperoleh sertifikat pengakuan akan kapasitas mereka dalam bidang auditing dan izin usaha dari lembaga pemerintah terkait?
Kasus serupa juga dialami oleh mantan partner PricewaterhouseCoopers di Brazil (PwC Brazil) tahun 2010 dan 2011, Wander Rodrigues Teles. PCOB menemukan bahwa Teles telah gagal menemukan indikasi bahwa kliennya, Sara Lee Cafes, telah melakukan overstatement terhadap akun piutangnya. Akibatnya, Tele dikenai denda oleh PCOB sebesar US$ 10,000 dan larangan berpraktik selama dua tahun.Kasus pelanggaran terhadap standar audit juga dialami oleh AP di dalam negeri. Melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 447/KM.1/2017 tanggal 17 April 2017, Pusat Pembinaan Profesi Keuaangan (PPPK) menjatuhkan sanksi berupa pencabutan izin usaha kepada AP Achmad Rodi Kartamulja. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor PPPK, diperoleh kesimpulan bahwa AP Achmad Rodi Kartamulja tidak memeliara kertas kerja jasa audit umum atas laporan keuangan. Diketahui sebanyak 720 Laporan Auditor Independen (LAI) yang ditandatangani oleh AP Achmad Rodi Kartamulja tidak didukung dengan kertas kerja yang memadai. Berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, pelanggaran tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran sangat berat dan dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha. Bukan hanya itu, kasus-kasus pelanggaran dengan sanksi pembekuan izin usaha juga telah banyak dilakukan oleh AP dalam negeri. Pelanggaran kategori berat dengan sanksi pembekuan izin juga telah banyak dilakukan oleh AP. Tercatat pada bulan Mei dan Juni 2017, sebanyak 10 pelanggaran telah dijatuhi sanksi pembekuan izin usaha oleh PPPK mulai dari pembekuan selama 3 bulan hingga 12 bulan. Jenis pelanggaran didominasi oleh tidak terdapatnya kertas kerja atau dokumentasi audit.Lalu apakah yang menjadi sebab para AP bertindak jauh dari kata profesional? Bukankah mereka telah memperoleh sertifikat pengakuan akan kapasitas mereka dalam bidang auditing dan izin usaha dari lembaga pemerintah terkait?
Ujian Sertifikasi
Untuk mendapatkan sertifikat sebagai seorang AP, sejumlah persyaraan dan ujian harus dipenuhi. Di Amerika, ujian sertifikasi profesi akuntan diselenggarakan oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Di Indonesia, ujian sertifikasi AP diselenggarakan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dengan mengadopsi International Education Standards yang diterbitkan oleh International Federation of Accountants (IFAC). Kompetensi yang diujikan mencakup pengetahuan teoritis bidang yang diperlukan untuk berpraktek sebagai AP; antara lain ilmu akuntansi, auditing, pengendalian internal, sistim informasi, perpajakan, ekonomi makro dan mikro, manajemen keuangan dan hukum bisnis secara umum, standar profesi, etika profesi, serta keahlian dan pengalaman dalam mempraktikan pengetahuan bidang yang diperlukan.
Seharusnya, seorang yang telah lulus ujian sertifikasi AP kemungkinan besar adalah orang-orang yang benar-benar memiliki kapasitas dalam bidang akuntansi dan audit. Namun, seringkali terdapat gap di antara pengetahuan teoritis dan praktek lapangan. Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman tentang implementasi standar audit ke dalam praktek lapangan dapat dicurigai sebagai salah satu
sebab mengapa masih banyak terdapat AP yang berpraktek tidak profesional dan bahkan melakukan pelanggaran berat.
Solusi Profesionalisme
Profesionalisme AP adalah produk dari proses yang terintegrasi mulai dari sistem penerbitan sertifikat profesi, sistem pengawasan, sistem pembinaan, dan juga faktor lainnya. Ujian sertifikasi profesi AP adalah gerbang pintu masuk untuk pengakuan kompetensi AP. Oleh karena itu, IAPI, sebagai lembaga penyelenggara ujian, harus benar-benar memastikan bahwa sistem ujian telah berjalan dengan fair dan bermutu. Di titik ini, peran PPPK sebagai lembaga supervisi yang lebih tinggi harus benar-benar dioptimalkan, misalnya dengan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ujian sampai pada level pelaksanaan. Kemudian, kompetensi dan pengetahuan AP juga benar-benar harus dijaga melalui kewajiban mengikuti pendidikan berkelanjutan yang dilakukan dan diawasi oleh PPPK secara optimal.Sebenarnya, selain diawasi dan dibina oleh PPPK, ada beberapa KAP dan AP yang juga diawasi oleh lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan banyaknya pengawasan yang dilakukan terhadap KAP dan AP, seharusnya kualitas audit yang dihasilkan oleh para AP juga semakin baik. Namun, di sisi lain, banyaknya pengawasan tersebut juga dapat menimbulkan ketidakefisienan pengawasan karena terjadi saling tumpang tindih di beberapa titik seperti mekanisme perizinan dan pelaporan kegiatan usaha. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan adanya pengawasan tunggal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan. Selain itu, KAP dan AP juga tidak lagi akan kehilangan banyak waktu dan sumber daya untuk menerima pemeriksaan dari beberapa lembaga yang berbeda sehingga mereka dapat mengalokasikannya pada program peningkatan kualitas audit.Akhirnya, mari berharap semoga kualitas audit yang dilakukan oleh para AP di negeri ini mengalami perbaikan dari waktu ke waktu demi terjaganya sistem perekonomian dalam negeri yang jujur, transparan, dan berkelanjutan agar dapat terus bersaing dengan dunia internasional.
Solusi Profesionalisme
Profesionalisme AP adalah produk dari proses yang terintegrasi mulai dari sistem penerbitan sertifikat profesi, sistem pengawasan, sistem pembinaan, dan juga faktor lainnya. Ujian sertifikasi profesi AP adalah gerbang pintu masuk untuk pengakuan kompetensi AP. Oleh karena itu, IAPI, sebagai lembaga penyelenggara ujian, harus benar-benar memastikan bahwa sistem ujian telah berjalan dengan fair dan bermutu. Di titik ini, peran PPPK sebagai lembaga supervisi yang lebih tinggi harus benar-benar dioptimalkan, misalnya dengan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ujian sampai pada level pelaksanaan. Kemudian, kompetensi dan pengetahuan AP juga benar-benar harus dijaga melalui kewajiban mengikuti pendidikan berkelanjutan yang dilakukan dan diawasi oleh PPPK secara optimal.Sebenarnya, selain diawasi dan dibina oleh PPPK, ada beberapa KAP dan AP yang juga diawasi oleh lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan banyaknya pengawasan yang dilakukan terhadap KAP dan AP, seharusnya kualitas audit yang dihasilkan oleh para AP juga semakin baik. Namun, di sisi lain, banyaknya pengawasan tersebut juga dapat menimbulkan ketidakefisienan pengawasan karena terjadi saling tumpang tindih di beberapa titik seperti mekanisme perizinan dan pelaporan kegiatan usaha. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan adanya pengawasan tunggal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan. Selain itu, KAP dan AP juga tidak lagi akan kehilangan banyak waktu dan sumber daya untuk menerima pemeriksaan dari beberapa lembaga yang berbeda sehingga mereka dapat mengalokasikannya pada program peningkatan kualitas audit.Akhirnya, mari berharap semoga kualitas audit yang dilakukan oleh para AP di negeri ini mengalami perbaikan dari waktu ke waktu demi terjaganya sistem perekonomian dalam negeri yang jujur, transparan, dan berkelanjutan agar dapat terus bersaing dengan dunia internasional.