Menu
Kelas Ekonomika

Soal Jawab Metode Penelitian Eksperimen



1. Jelaskan dengan komprehensif upaya yang dapat dilakukan seorang periset eksperimental untuk mengurangi dan meghindari efek spurious!

Di dalam ilmu statistik, efek spurious adalah efek matematis antara dua variabel atau lebih yang sebenarnya tidak disebabkan oleh variabel-variebel tersebut yang disebabkan oleh kesalahan dalam menyimpulkan hubungan di antara mereka karena suatu kebetulan, keberadaan variabel lain, atau faktor lain yang tak terlihat (common response variable atau confounding factor) (William C. Burns, 1997). 

Misalnya, dalam sebuah penelitian diperoleh suatu hubungan antara tingkat penjualan es krim dan tingkat kejadian tenggelamnya wisatawan di pantai. Tingkat penjualan es krim naik pesat bersamaan dengan naiknya jumlah wisatawan pantai yang tenggelam. Secara teoritis, hal ini tidak memiliki dasar dan dapat diduga kuat telah terjadi hubungan yang bersifat spurious. Dalam kenyataannya mungkin saja terdapat variabel lain yang mampu menjelaskan. Misalnya variabel tingkat suhu udara pada saat itu. Suhu udara yang panas membuat wisatawan bergerak ke pantai untuk berenang. Suhu udara yang panas juga membuat konsumsi terhadap es krim meningkat. Dalam hal ini, suhu udara yang panas merupakan faktor lain yang tersembunyi atau disebut sebagai confounding variable.

Menurut Nahartyo (2013), faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan efek spurious dapat digolongkan menjadi:

  1. Faktor yang telah ada pada subjek penelitian sebelum penelitian berlangsung, yang dapat diatasi dengan membentuk dua grup subjek yang ekuivalen (disebut juga dengan teknik bloking)
  2. Peristiwa selain manipulasi yang terjadi selama penelitian berlangsung, yang dapat diatasi dengan cara memastikan semua subjek mengalami peristiwa yang sama dan membedakan peristiwa yang berpotensi mempengaruhi variabel dependen.
  3. Perubahan yang terjadi pada subjek ketika penelitian berjalan, yang dapat diatasi dengan cara membuat desain eksperimen yang tepat, misalnya untuk menghindari efek maturasi dan histori.
  4. Faktor yang terjadi akibat proses pengukuran, yang dapat diatasi dengan melakukan pengukuran dengan alat ukur dan metode yang konsisten.
Menurut Kinney (1986) dalam Nahartyo 2013, terdapat tiga cara untuk mengurangi efek spurious, yaitu:
  1. Randomisasi, adalah pemilihan atau distribusi subjek secara acak ke dalam grup kontrol dan grup eksperimen sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel dengan harapan risiko efek spurious akibat pemilihan sampel dapat berkurang.
  2. Pemadanan (Matcing), pamadanan dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas eksperimen sehingga akan mampu menangkap efek variabel independen.
  3. Analisis Kovariansi, merupakan kombinasi analisis regresi dan analisis variansi yang digunakan untuk memprediksi nilai variabel pengganggu dan kemudian untuk mengeliminasi efeknya.

Dengan bahasa lain, beberapa cara  mengurangi atau menghindari efek spurious dapat saya simpulkan sebagai berikut:
  1. Memilih subjek eksperimen secara acak sehingga pemilihan subjek tidak berdasarkan atas karakteristik atau proses tertentu.
  2. Memilih variabel yang digunakan dalam eksperimen berdasarkan landasan teori yang kuat sehingga hasil eksperimen dapat disimpulkan dengan memiliki dasar yang logic.
  3. Mengamati dan mengeksplorasi confounding variable yang mungkin memiliki hubungan yang erat dengan tujuan penelitian kemudian memasukkannya kedalam model eksperimen.
  4. Menggunakan konstruk yang representatif terhadap variabel yang diteliti.
  5. Melakukan pengukuran nilai variabel secara akurat.
  6. Menggunakan jumlah subjek yang tidak sedikit untuk meningkatkan validitas hasil eksperimen sehingga risiko terdapatnya spurious effect dapat berkurang.
  7. Menggunakan alat statistik yaitu analisis kovariansi.

2. Desain faktorial intrasubjek (within subjek) 2 x 2 membutuhkan jumlah subjek yang jauh lebih sedikit daripada desain faktorial antarsubjek 2 x 2. Validasikan pernyataan tersebut. Berikan bukti atau contoh untuk menopang argumen anda.

Menurut Nahartyo 2013, desain intrasubjek adalah desain eksperimen yang memberikan semua paparan manipulasi kepada setiap subjek ekseperimen, sehingga semua subjek mendapatkan semua paparan manipulasi yang sama. Karena setiap subjek mendapatkan paparan manipulasi dengan jenis dan jumlah yang sama, maka jumlah subjek yang digunakan di dalam ekseperimen pun dapat ditekan sesuai dengan kebutuhan periset. Sedangkan desain antarsubjek, memberikan paparan manipulasi yang berbeda kepada setiap subjek yang berbeda. Setiap subjek pada desain antarsubjek mendapatkan paparan manipulasi yang berbeda sehingga jumlah subjek yang dibutuhkan adalah sebanyak jumlah kondisi manipulasi dikali dengan jumlah subjek tiap kondisi manipulasi yang diinginkan oleh periset.

Contoh: Sebuah eksperimen ingin meneliti tentang pengaruh besaran tarif pajak (tinggi dan rendah) dan jenis pendapatan (pemberian cuma-cuma dan upah dari bekerja) terhadap kepatuhan dalam melaporkan pendapatan.

Dalam eksperimen tersebut terdapat empat kondisi manipulasi yang berbeda yaitu: kondisi manipulasi pendapatan yang diperoleh dari pemberian cuma-cuma dengan tarif pajak tinggi, kondisi manipulasi pendapatan yang diperoleh dari pemberian cuma-cuma dengan tarif pajak rendah, kondisi manipulasi pendapatan upah dari bekerja dengan tarif pajak tinggi, dan kondisi manipulasi pendapatan upah dari bekerja dengan tarif pajak rendah. Berikut adalah tabel manipulasi desain faktorial 2 x 2 sesuai contoh tersebut di atas:


Variabel
Tarif pajak tinggi (T)
Tarif pajak rendah (R)
Pemberian cuma-cuma (C)
CT
CR
Pendapatan upah (U)
UT
UR


Dengan desain faktorial intrasubjek, periset melakukan keempat jenis manipulasi tersebut terhadap setiap subjek yang digunakan. Misalnya terdapat subjek A, B, C, D, dan E. Subjek A diberikan manipulasi CT, kemudian UT, kemudian CR, kemudian UR. Begitu pula terhadap subjek B, C, D, dan E. Bahkan hanya dengan satu subjek pun, periset sudah dapat melihat hasil dari setiap kondisi manipulasi. Tentu untuk menentukan jumlah subjeknya, periset harus menyesuaikan dengan tujuan penelitian.

Sedangkan jika menggunakan desain faktorial antarsubjek, setiap subjek hanya dikenai satu jenis kondisi manipulasi. Misalnya subjek A dikenai kondisi CT, Subjek B, dikenai kondisi UT, subjek C dikenai kondisi CR, dan subjek D dikenai kondisi UR. Dari sini terlihat bahwa untuk melihat perbedaan hasile tiap kondisi manipulasi, periset setidaknya membutuhkan 4 subjek. Belum lagi jika dikalikan dengan jumlah subjek tiap kondisi manipulasi untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi. Misalnya periset menginginkan 30 subjek tiap kondisi manipulasi, maka dibutuhkan 120 subjek untuk melakukan eksperimen ini. 

Contoh lain desain faktorial intrasubjek adalah desain pada penelitian yang dilakukan oleh Etchart-vincent dan I’Haridon tahun 2011, sedangkan contoh lain desain faktorial antarsubjek adalah desain penelitian yang dilakukan oleh Boylan dan Sprinkle pada tahun 2001 (Ertambang Nahartyo, 2013)

Dari penjelasan tersebut dapat terlihat jelas bahwa desain faktorial intrasubjek membutuhkan jumlah subjek yang jauh lebih sedikit daripada desain faktorial antarsubjek.

3. Prosedur taklimat atau debriefing digunakan untuk meningkatkan validitas internal dan validitas eksternal penelitian. Setujukah anda? Jelaskan jawaban anda!

Definisi debriefing menurut dictionary.com adalah “to disclose to the subject the purpose of the experiment and any reasons for deception or manipulation”. Sedangkan menurut Nahartyo 2013, debriefing adalah prosedur standar yang dilaksanakan sesudah eksperimen berlangsung untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada para partisipan.

Dengan kata lain, prosedur taklimat atau debriefing adalah prosedur pemberian penjelasan kepada partisipan bahwa mereka telah dijadikan subjek eksperimen dengan memberitahu desepsi, hipotesis, maupun tujuan penelitian yang dilakukan setelah penelitian eksperimen berakhir. Karena waktu pemberian debriefing dilakuan setelah eksperimen berakhir maka tidak ada kaitnnya dengan validitas internal dan validitas eksternal dari penelitian yang telah dilakukan. Prosedur debriefing lebih berkaitan kepada tanggung jawab moral dan nilai etis peneliti terhadap partisipan yang telah dijadikan subjek penelitian. 

Referensi:
  1. Burns, William C. 1997. Spurious Correlations. http://www.burns.com
  2. Nahartyo, Ertambang. 2013. Desain dan Implementasi Riset Eksperimen. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
  3. Shadish W.R., Cook, Thomas D., Campbell, Donald Tomas. 2002. Expermental and Quasi-Experimental Design. Boston, USA: Houghton Mifflin Company.
  4. www.dictionary.com

No comments

ruang diskusi: