Berbagai macam kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam suatu Negara dalam periode tertentu tidak semua dilakukan dengan pencatatan atau pelaporan yang memadai. Di fase produksi, tidak semua produsen barang dan jasa melaporkan berapa banyak produk barang dan jasa yang mereka produksi baik karena terlalu kompleksnya metode pengukuran sehingga akan menjadi beban tersendiri untuk melakukan pengukuran maupun karena sifat kegiatan produksi yang memang illegal. Di sisi konsumsi pun sama, akan sangat sulit untuk mengukur berapa besar konsumsi yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam suatu negara jika memang kegiatan konsumsi dan transaksi pendukungnya tidak dapat dapat diukur secara andal atau memang bersifat ilegal. Akibatnya, informasi didalam angka perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara tidak akan mencerminkan jumlah yang sebenarnya terjadi di dalam sistem perekonomian. Beberapa literatur ekonomi menyebut fenomena tidak tercatatnya suatu kegiatan ekonomi di dalam perhitungan PDB tersebut sebagai “underground economy”, “unofficial economy”, atau “shadow economy”. Menurut Smith (1994) dalam Faal (2003), underground economy adalah produksi barang dan jasa baik legal maupun ilegal yang terlewat dari penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB).No-Wook Park (2005) menyatakan bahwa fenomena underground economy adalah sebuah masalah bagi negara. Selain akan menghasilkan data ekonomi yang tidak akurat, underground economy dapat dijadikan wadah bagi para pelaku penghindaran pajak (tax evation) untuk terus menjalankan tindak kejahatannya. Di dalam kegiatan yang tidak tercatat ini, para pelaku penghindaran pajak seolah-olah tidak memiliki keharusan untuk melaporkan pendapatannya dan membayar pajak. Selain itu, pada tingkat ekonomi mikro, persaingan usaha antara pelaku official economy dan underground economy menjadi tidak sehat akbibat perbedaan perlakuan perpajakan.Dari aspek kesejahteraan masyarakat (economic welfare), fenomena underground economy dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya sebuah alternatif yang muncul secara natural dalam rangka mencapai tingat kesejahteraan masyarakat yang optimal. Kelompok masyarakat yang tidak tercakup oleh fasilitas ekonomi, tidak dapat melakukan aktivitas perdagangan secara legal, maupun merasa terbebani oleh tarif pajak yang terlalu tinggi akan secara alami memilih beraktivitas di wilayah underground economy. Hal ini tentu dapat dijadikan sinyal bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kebijakan ekonomi, baik makro maupun mikro, dan kebijakan perpajakan agar terwujud kesejahteraan masyarakat yang optimal.
Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengetahui dan menguji variabel-variabel yang mempengaruhi munculnya fenomena underground economy. Kemudian, peneliti juga akan mengkaji sejauh mana potensi penerimaan perpajakan di Indonesia yang sebenarnya terjadi di dalam perekonomian berdasarkan pengujian variabel-variabel yang mempengaruhi munculnya kegiatan underground economy tersebut.