Akuntansi syariah memiliki prinsip dan asas yang banyak berbeda dengan akuntansi komersial. Seperti kita ketahui bersama bahwa akuntansi syariah memang berkembang dalam rangka mengakomodasi kebutuhan pelaku kegiatan ekonomi yang mengedepankan hukum muamalah berdasarkan ajaran agama Islam. Oleh karea itu, di dalam akuntansi syariah, kental sekali dengan muatan prinsip-prinsip bermuamalah yang bernuansa islami. Mari kita bahas.
I. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
kuntansi adalah suatu sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat, serta mengkomunikasikan transaksi ekonomi yang terjadi pada suatu organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan: mengidentifikasi mana yang merupakan transaksi keuangan dan mana yang merupakan transaksi nonkeuangan, mencatat secara matematis dan historis dengan menggunakan satuan ukur nilai moneter tertentu, kemudian mengkomunikasikan melalaui laporan keuangan. Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisis perintah dan larangan yang mengatur hubunagan manusia dengan Tuhan maupun manusia dengan sesama manusia. Pengertian akuntansi syariah dapat terdefinisi dengan jelas dari definisi akuntansi dan syariah tersebut di atas. Jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, akuntansi syariah memiliki beberapa persamaan prinsip. Berikut adalah beberapa persamaan prinsip dalam akuntansi syariah dan akuntansi konvensional:
Sedangkan perbedaan prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah sebagai berikut:
I. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
kuntansi adalah suatu sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat, serta mengkomunikasikan transaksi ekonomi yang terjadi pada suatu organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan: mengidentifikasi mana yang merupakan transaksi keuangan dan mana yang merupakan transaksi nonkeuangan, mencatat secara matematis dan historis dengan menggunakan satuan ukur nilai moneter tertentu, kemudian mengkomunikasikan melalaui laporan keuangan. Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisis perintah dan larangan yang mengatur hubunagan manusia dengan Tuhan maupun manusia dengan sesama manusia. Pengertian akuntansi syariah dapat terdefinisi dengan jelas dari definisi akuntansi dan syariah tersebut di atas. Jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, akuntansi syariah memiliki beberapa persamaan prinsip. Berikut adalah beberapa persamaan prinsip dalam akuntansi syariah dan akuntansi konvensional:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaan prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah sebagai berikut:
- Para ahli akuntansi konvensional berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi pada masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
- Tamwil dan Syumul (Mempunyai Nilai Tukar dan Universal) Modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha. Ra’sul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat, yang dalam konsep akuntansi positif disebut ushul ma’nawiah (modal nonmateri), seperti halnya sesorang yang terkenal maupun nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu dalam konsep akuntasi Islam, kapital mempunyai makna universal dan luas, yang meliputi uang, benda, atau yang nonmateri.
- Mutaqawwim (Bermanfaat) Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar’i. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung manfaat tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian. Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk kedalam keuangannya atau keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh dimafaatkan secara syar’i. Jika didapati, harus disita dan menghukum orang-orang Islam yang memilikinya.
- Penguasaan dan Pemilikan yang Berharga Mal atau harta itu harus dimilki secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja sama dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut dikemudian hari atau uang itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama fiqih dalam fiqih syarikah.
- Keselamatan dan Keutuhan Ra,sul-maal Sistem akuntansi Islam menekankan pemeliharan terhadap kapital yang hakiki, seperti yang tergambar dalam sabda Rasul sebagai berikut.
“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba sebelum dia mendapatkan ra’sul-maalnya (modal). Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)"
Adapun yang dimaksud dengan selamatnya modal hakiki ialah selamat dari julah, unit-unit materinya, dan daya tukar barang, bukan dari segi unit-unit uangnya dan juga bukan dari segi daya beli secara umum. Pendapat ahli tafsir dan ulama fiqih tentang pemeliharaan modal (ra’sul-maal) hakiki:
- Imam ar-Razi berkata, “Yang diinginkan oleh seorang saudagar dari usahannya ialah dua hal: keselamatan modal dan laba.”
- Imam an-Nasafi berkata, “Sesungguhnya tuntutanmdagang itu ialah selamatnya modal dan adanya laba.”
- Ibnu Qudamah berkata, “laba itu ialah hasil pemeliharaan terhadap modal.”
- At-habari berkata. “orang yang beruntung dalam perdagangannya ialah orang yang menukar barang yang dimilikinya dengan suatu tukaran yang lebih berharga dari barangnya semula.”
Prinsip Perhitungan Laba dalam Akuntansi Islam
Dari pengertian laba secara bahasa atau menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
Aturan laba dalam konsep Islam:
- Adanya harta (uang) yang dikhususkan untuk perdagangan
- Mengoperasikan modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur yang lain lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan sumber-sumber alam.
- Memposisikan harta sebagai obyek dalam pemutarannya karena adanya kemungkinan-kemungkinan pertmabahan atau pengurangan jumlahnya
- Selamatnya modal pokok yang berati modal bias dikembalikan.
Apabila kita bandingkan dengan kerangka dasar yang lain, maka kerangka dasar syariah ini juga secara explisit (jelas dan tegas) menetapkan azas transaksi syariah yang luhur, manusiawi, dan bersifat melindungi kepada ummat manusia secara keseluruhan dalam hal bermuamalat. Azas transaksi syariah yang telah ditetapkan (IAI, 2007) adalah seperti berikut ini:
- persaudaraan (ukhuwah); Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
- keadilan (’adalah); Prinsip keadilan (’adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatna dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur :
- riba (baik riba nasiah maupun fadhl); Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawitermasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
- kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan); Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya, dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian, atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
- maysir (unsur judi dan sifat spekulatif); Esensi masyir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
- gharar (unsur ketidakjelasan); Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain : tidak ada kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad; menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan penjual; tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kualitas barang/jasa; tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran; tidak danya ketegasan jenis dan obyek akad; kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi; adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan ketidak tahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
- dan haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait). Esensi haram adalah segala jenis unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan As Sunah.
- kemashalatan (maslahah); Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemashlahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermashlahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap : · akidah, keimanan dan ketakwaan (dien); · intelek (’aql); · keturunan (nasl); · jiwa dan keselamatan (nafs); dan · harta benda (mal).
- keseimbangan (tawazun); Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan adanya suatu kegiatan ekonomi.
- universalisme (syumuliyah). Prinsip universalisme (syumuliah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
No comments
ruang diskusi: